Piala Ini Untuk Ibu
Sedikit
tergesa-gesa, Risky berlari melintasi halaman rumahnya. Dengan wajah terlihat
gembira, sesekali anak kelas 1 SMP itu memandangi piala yang digenggamnya.
Sepertinya ia sudah tidak sabar lagi menunjukkan piala itu pada ibunya dan
membuktikan hobi sepakbola yang ia banggakan bisa membuahkan prestasi.
“Ibuu…Risky
pulaang ,” ucap Risky setengah berteriak sambil membuka daun pintu.
Risky
tertegun, disudut ruang tamu banyak sekali tetangga yang duduk bersimpuh
mengerumuni ibunya. Risky mencoba melangkah mendekat. Sejurus kemudian Risky
melihat ibunya menangis sambil menyebut-nyebut namanya.
“Ibuu..ibu
kenapa, ini Risky bu.. ini piala yang Risky janjikan kemarin, Risky berhasil
jadi juara satu buu..,” teriak Risky mulai dilanda kekhawatiran. Namun rupanya
tak seorangpun mendengar teriakannya, termasuk ibunya yang suara tangisannya
semakin keras.
Belum
terjawab keheranan Risky tentang apa yang terjadi, tiba-tiba ia mendengar suara
sirine mobil ambulans yang sepertinya berhenti tepat di halaman
rumah. Tak lama kemudian pintu terbuka dan masuk beberapa orang memakai seragam
putih-putih dengan menandu seseorang, lalu mereka membaringkan tubuh seseorang
itu di meja ruang tamu. Seketika suasana rumah menjadi gaduh. Jeritan ibunya
semakin menjadi-jadi diiringi isak tangis orang-orang disekitarnya.
Risky…Risky
anakkuuu…,” teriak ibu Risky sambil mendekap tubuh seseorang itu. Dipenuhi rasa
penasaran, Risky kembali mendekati ibunya. Alangkah terkejutnya ia melihat
tubuh yang terbaring di meja itu yang tak lain adalah tubuhnya.
“Ibuu..apa
yang terjadi denganku..,” gumam Risky dalam hati.
Belum
habis rasa terkejutnya, Risky mendengar orang yang berseragam putih disamping
ibunya mulai berkata kata.
”Bu..kami
sudah berusaha, tapi penggumpalan darah di otak anak ibu sangat
parah, maafkan kami. Anak ibu sudah pergi ,” ucapnya lirih.
Risky
mulai tahu apa yang terjadi. Ingatannya melayang pada peristiwa beberapa jam
yang lalu di lapangan bola. Saat ini tim Risky unggul 1 – 0 saat
bertanding melawan tim SMP 45. Dimenit-menit akhir terjadi tendangan bebas
didekat mistar gawang yang menguntungkan pihak lawan. Risky yang berperan
sebagai salah satu pagar betis berusaha membentengi gawang supaya tidak terjadi
gol. Ia sempat melihat bola melayang sebelum akhirnya membentur bagian belakang
kepalanya ketika ia melompat sambil membalikkan badan. Setelah itu, ia tidak
ingat lagi apa yang terjadi kemudian.
“Jadi..jadi
Risky sudah meninggal buu..,” Risky terisak sambil berusaha meraih bahu ibunya.
Tapi rupanya sang ibu tak bisa merasakan sentuhan tangan Risky.
Risky
mulai meneteskan airmata. Takut, sedih, cemas semua bercampur jadi satu.
Sebelum tahu apa yang harus ia lakukan, entah darimana datangnya
tiba-tiba ada sesosok bayangan putih menghampirinya.
“Ayahh…,”
gumam Risky lirih.
“Risky..sudah
waktunya Risky ikut ke rumah ayah yang baru..,” ucap bayangan putih itu.
“Tapi
ibu…,” jawab Risky sambil menoleh ibunya yang masih tetap menangis.
“Jika
tiba waktunya nanti, ibu pasti menyusul ke rumah kita yang baru naak,
“ kata bayangan putih itu seperti tahu perasaan Risky yang enggan berpisah
dengan ibunya.
Sekejab
kemudian, Risky perlahan menghilang bersama sosok bayangan itu. Entah
kemana..hanya mereka yang tahu.
Selesai
0 komentar:
Posting Komentar