Sabtu, 13 September 2014

Cerpen Remaja

Piala Ini Untuk Ibu

Sedikit tergesa-gesa, Risky berlari melintasi halaman rumahnya. Dengan wajah terlihat gembira, sesekali anak kelas 1 SMP itu memandangi piala yang digenggamnya. Sepertinya ia sudah tidak sabar lagi menunjukkan piala itu pada ibunya dan membuktikan hobi sepakbola yang ia banggakan bisa membuahkan prestasi.
“Ibuu…Risky pulaang ,” ucap Risky setengah berteriak sambil membuka daun pintu.
Risky tertegun, disudut ruang tamu banyak sekali tetangga yang duduk bersimpuh mengerumuni ibunya. Risky mencoba melangkah mendekat. Sejurus kemudian Risky melihat ibunya menangis sambil menyebut-nyebut namanya.
“Ibuu..ibu kenapa, ini Risky bu.. ini piala yang Risky janjikan kemarin, Risky berhasil jadi juara satu buu..,” teriak Risky mulai dilanda kekhawatiran. Namun rupanya tak seorangpun mendengar teriakannya, termasuk ibunya yang suara tangisannya semakin keras.
Belum terjawab keheranan Risky tentang apa yang terjadi, tiba-tiba ia mendengar suara sirine mobil ambulans yang sepertinya berhenti tepat di halaman rumah. Tak lama kemudian pintu terbuka dan masuk beberapa orang memakai seragam putih-putih dengan menandu seseorang, lalu mereka membaringkan tubuh seseorang itu di meja ruang tamu. Seketika suasana rumah menjadi gaduh. Jeritan ibunya semakin menjadi-jadi diiringi isak tangis orang-orang disekitarnya.
Risky…Risky anakkuuu…,” teriak ibu Risky sambil mendekap tubuh seseorang itu. Dipenuhi rasa penasaran, Risky kembali mendekati ibunya. Alangkah terkejutnya ia melihat tubuh yang terbaring di meja itu yang tak lain adalah tubuhnya.
“Ibuu..apa yang terjadi denganku..,” gumam Risky dalam hati.
Belum habis rasa terkejutnya, Risky mendengar orang yang berseragam putih disamping ibunya mulai berkata kata.
”Bu..kami sudah berusaha, tapi penggumpalan darah di otak anak ibu sangat parah, maafkan kami. Anak ibu sudah pergi ,” ucapnya lirih.
Risky mulai tahu apa yang terjadi. Ingatannya melayang pada peristiwa beberapa jam yang lalu di lapangan bola. Saat ini tim Risky unggul 1 – 0 saat bertanding melawan tim SMP 45. Dimenit-menit akhir terjadi tendangan bebas didekat mistar gawang yang menguntungkan pihak lawan. Risky yang berperan sebagai salah satu pagar betis berusaha membentengi gawang supaya tidak terjadi gol. Ia sempat melihat bola melayang sebelum akhirnya membentur bagian belakang kepalanya ketika ia melompat sambil membalikkan badan. Setelah itu, ia tidak ingat lagi apa yang terjadi kemudian.
“Jadi..jadi Risky sudah meninggal buu..,” Risky terisak sambil berusaha meraih bahu ibunya. Tapi rupanya sang ibu tak bisa merasakan sentuhan tangan Risky.
Risky mulai meneteskan airmata. Takut, sedih, cemas semua bercampur jadi satu. Sebelum tahu apa yang harus ia lakukan, entah darimana datangnya tiba-tiba ada sesosok bayangan putih menghampirinya.
“Ayahh…,” gumam Risky lirih.
“Risky..sudah waktunya Risky ikut ke rumah ayah yang baru..,” ucap bayangan putih itu.
“Tapi ibu…,” jawab Risky sambil menoleh ibunya yang masih tetap menangis.
“Jika tiba waktunya nanti, ibu pasti menyusul ke rumah kita yang baru naak, “ kata bayangan putih itu seperti tahu perasaan Risky yang enggan berpisah dengan ibunya.
Sekejab kemudian, Risky perlahan menghilang bersama sosok bayangan itu. Entah kemana..hanya mereka yang tahu.

Selesai

0 komentar:

Posting Komentar