PANITIA SEMBILAN
Panitia Sembilan adalah panitia yang
beranggotakan 9 orang yang bertugas untuk merumuskan dasar negara Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945. Panitia Sembilan dibentuk pada 1 Juni 1945. Adapun anggota Panitia
Sembilan adalah sebagai berikut:
Prof. KH. Abdoel Kahar Moezakir atau ejaan baru Abdul Kahar Muzakir, adalah Rektor Magnificus yang dipilih Universitas Islam
Indonesia untuk
pertama kali dengan nama STI selama 2 periode 1945 - 1948 dan 1948 - 1960. Ia
adalah anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
Mr. Alexander Andries Maramis (lahir di Manado,
Sulawesi Utara, Hindia Belanda 20 Juni tahun 1897 – meninggal di Indonesia
tahun 1977; usia 80 tahun) adalah pejuang
kemerdekaan Indonesia. Dia pernah jadi anggota KNIP, anggota BPUPKI
dan Menteri
Keuangan pertama Republik Indonesia dan merupakan orang yang
menandatangani Oeang Republik Indonesia
pada
tahun 1945. Adik kandung Maria Walanda
Maramisini
menyelesaikan pendidikannya dalam bidang
hukum pada tahun 1924 di Belanda. Ia mempunyai istri bernama Elizabeth Maramis Velthoed yang merupakan seorang wanita asal Belanda.
Setelah
melakukan kompromi antara 4 orang dari kaum kebangsaan (nasionalis) dan 4 orang
dari pihak Islam, tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan menghasilkan rumusan
dasar negara yang dikenal dengan Piagam
Jakarta (Jakarta Charter) yang
berisikan:
1.
Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.
Persatuan Indonesia
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia
Piagam
Jakarta inilah yang menjadi cikal bakal Pembukaan UUD 1945 dengan perubahan
pada sila pertama yang berdasarkan pada berbagai pertimbangan mengenai sebuah
negara kesatuan.
PIAGAM JAKARTA
Piagam Jakarta adalah dokumen historis berupa
kompromi antara pihak Islam dan pihak kebangsaan dalam Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) untuk menjembatani perbedaan dalam agama dan negara. Disebut juga
"Jakarta Charter". Merupakan piagam atau naskah yang disusun dalam
rapat Panitia Sembilan atau 9
tokoh Indonesia pada tanggal 22 Juni 1945. Piagam ini disusun karena wilayah Jakarta yang besar, meliputi 5 kota dan
satu kabupaten, yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta
Selatan, dan Kepulauan
Seribu. Oleh karena itu, provinsi DKI
Jakarta dibentuk dengan piagam tersebut dan menetapkanSoewirjo sebagai gubernur DKI Jakarta yang pertama sampai 1947.
Sembilan
tokoh tersebut adalah Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Sir A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, H. Agus Salim, Sir Achmad Subardjo, Wahid Hasyim, dan Sir Muhammad Yamin. BPUPKI
dibentuk 29 April 1945 sebagai realisasi janji Jepang untuk memberi kemerdekaan
pada Indonesia. Anggotanya dilantik 28 Mei 1945 dan persidangan pertama
dilakukan keesokan harinya sampai dengan 1 Juni 1945. Sesudah itu dibentuk
panitia kecil (8 orang) untuk merumuskan gagasan-gagasan tentang dasar-dasar
negara yang dilontarkan oleh 3 pembicara pada persidangan pertama. Dalam masa reses
terbentuk Panitia Sembilan. Panitia ini menyusun naskah yang semula dimaksudkan
sebagai teks proklamasi kemerdekaan, namun akhirnya dijadikan Pembukaan atau
Mukadimah dalam UUD 1945. Naskah inilah yang disebut Piagam Jakarta.
Piagam
Jakarta berisi garis-garis pemberontakan melawan imperialisme-kapitalisme dan
fasisme, serta memulai dasar pembentukan Negara Republik Indonesia. Piagam
Jakarta yang lebih tua dari Piagam Perdamaian San Francisco (26 Juni 1945) dan
Kapitulasi Tokyo (15 Agustus 1945) itu merupakan sumber berdaulat yang
memancarkan Proklamasi Kemerdekaan dan Konstitusi Republik Indonesia.
Berikut ini butiran-butirannya yang
sampai saat ini menjadi teks pembukaan UUD 1945.
“
|
Bahwa sesoenggoehnja kemerdekaan
itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka pendjadjahan di atas
doenia haroes dihapoeskan, karena tidak sesoeai dengan peri-kemanoesiaan dan
peri-keadilan.
Dan perdjoeangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat jang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan Rakjat Indonesia ke-depan pintoe-gerbang Negara Indonesia, jang merdeka, bersatoe, berdaoelat, adil dan makmoer. Atas berkat Rahmat Allah Jang Maha Koeasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan jang loehoer, soepaja berkehidoepan kebangsaan jang bebas, maka Rakjat Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaannja. Kemudian daripada itoe, oentoek membentoek suatoe Pemerintah Negara Indonesia jang melindoengi segenap Bangsa Indonesia dan seloeroeh toempah darah Indonesia, dan untuk memadjoekan kesedjahteraan oemoem, mentjerdaskan kehidoepan bangsa, dan ikoet melaksanakan ketertiban doenia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disoesoenlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itoe dalam suatu Hoekoem Dasar Negara Indonesia, jang terbentoek dalam suatu susunan negara Repoeblik Indonesia jang berkedaoelatan Rakjat, dengan berdasar kepada:
1. Ketoehanan, dengan kewadjiban mendjalankan sjari'at
Islam bagi pemeloek2-nja*
2. Kemanoesiaan jang adil dan beradab
3. Persatoean Indonesia
4. Kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat, kebidjaksanaan
dalam permoesjarawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seloeroeh Rakjat Indonesia.
Djakarta, 22-6-1945 Panitia Sembilan |
”
|
(Keterangan : * Kalimat tebal
pada teks ideologi yang pertama menunjukkan perdebatan, terutama masyarakat
Indonesia yang beragama di luar Islam. Mereka menentang kalimat tersebut, dan
jika kalimat itu digunakan maka mereka akan keluar dari Indonesia, sehingga
diganti dengan kalimat : "Ketuhanan
Yang Maha Esa")
Pada saat penyusunan UUD pada Sidang
Kedua BPUPKI, Piagam Jakarta dijadikan Muqaddimah (preambule). Selanjutnya pada pengesahan UUD 45 18 Agustus 1945 olehPPKI, istilah Muqaddimah diubah
menjadi Pembukaan UUD.
Butir pertama yang berisi kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluknya, diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa oleh Drs.
M. Hatta atas usul A.A. Maramis setelah berkonsultasi dengan Teuku Muhammad Hassan, Kasman Singodimedjo dan Ki Bagus Hadikusumo.
Naskah Piagam Jakarta ditulis dengan
menggunakan ejaan Republik dan
ditandatangani oleh Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, H.A. Salim, Achmad Subardjo, Wahid Hasjim, dan Muhammad Yamin.
0 komentar:
Posting Komentar