I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nata de Coco merupakan makanan
pencuci mulut (desert). Nata de Coco adalah makanan yang banyak mengandung
serat, mengandung selulosa kadar tinggi yang bermanfaat bagi kesehatan dalam
membantu pencernaan Kadungan kalori yang rendah pada Nata de Coco merupakan
pertimbangan yang tepat produk Nata de Coco sebagai makan diet. Dari segi
penampilannya makanan ini memiliki nilai estetika yang tinggi, penampilan warna
putih agak bening, tekstur kenyal aroma segar. Dengan penampilan tersebut maka
nata sebagai makanan desert memiliki daya tarik yang tinggi. Dari segi ekonomi
produksi nata de coco menjanjikan nilai tambah.
Pemanfaatan limbah pengolahan kelapa
berupa air kelapa merupakan cara mengoptimalkan pemanfaatan buah kelapa. Limbah
air kelapa cukup baik digunakan untuk substrat pembuatan Nata de Coco. Dalam
air kelapa terdapat berbagai nutrisi yang bisa dimanfaatkan bakteri penghasil
Nata de Coco. Nutrisi yang terkandung dalam air kelapa antara lain gula sukrosa, Mg2+, serta adanya faktor pendukung
pertumbuhan (growth promoting factor) merupakan senyawa yang mampu meningkatkan
pertumbuhan bakteri penghasil nata (A. xylinum). Adanya gula sukrosa dalam air kelapa akan
dimanfaatkan oleh A. xylinum sebagai sumber energi, maupun sumber karbon untuk
membentuk senyawa metabolit diantaranya adalah selulosa yang membentuk Nata de
Coco. Senyawa peningkat pertumbuhan mikroba (growth promoting factor) akan
meningkatkan pertumbuhan mikroba, sedangkan adanya mineral dalam substrat akan
membantu meningkatkan aktifitas enzim kinase dalam metabolisme di dalam sel A.
xylinum untuk menghasilkan selulosa.
B. Tujuan
Pelaksanaan praktikun ini,
bertujuan:
- Mahasiswa dapat memahami
cara pembuatan nata de coco dan dapat menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi hasilnya.
- Mahasiswa dapat
menganalisa berat rendemen basah dari nata yang dihasilkan.
- Mahasiswa dapat mengukur
dan mengetahui pH air kelapa yang telah terfermentasi.
- Mahasiswa dapat mengukur
dan mengetahui ketebalan nata yang dihasilkan.
- Mahasiswa melakukan uji
sensori terhadap nata yang dihasilkan.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
Menurut
Suharsini (1999) Nata adalah produk fermentasi oleh bakteri Acetobacter
xylinum pada substrat yang mengandung gula. Bakteri tersebut menyukai
kondisi asam dan memerlukan nitrogen untuk stimulasi aktifitasnya. Glukosa
substrat sebagian akan digunakan bakteri untuk aktifitas metabolisme dan
sebagian lagi diuraikan menjadi suatu polisakarida yang dikenal dengan
“extracelluler selulose” berbentuk gel. Polisakarida inilah yang dinamakan
nata.
Sedangkan
menurut Hastuti (2010), Nata de coco ialah sejenis makanan fermentasi yang
dibuat dengan bahan dasar air kelapa. Nata tersusun dari senyawa yang
dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum. Acetobacter xylinum dapat
hidup dalam air kelapa dan juga dalam buah-buahan yang mengandung glokosa dalam
cairan buah nenas, yang kemudian diubah menjadi selulose dan dikeluarkan ke
permukaan sel. Lapisan selulosa ini terbentuk selapis demi selapis pada
permukaan sari buah, sehingga akhirnya menebal inilah yang disebut nata.
Menurut
Muljoharjdo dalam Suharsini (2010), Nata adalah selulosa hasil sisntesis gula
oleh bakteri Acetobacter xylinum berbentuk agar, berwarna putih dan
mengandung air sekitar 98%. Nata de cashew dikonsumsi sebagai makanan tambahan,
bahan pencampur coctail, yogurt dan sebagai makanan penutup. Nata tergolong
makanan yang berkalori rendah karena mengandung serat pangan yang sangat dibutuhkan
oleh tubuh untuk proses pencernaan makanan yang terjadi dalam usus dan
penyerapan air dalam usus besar.
2. Jenis-jenis
Produk Nata
Menurut
suharsini (1999), ada beberapa jenis nata yang sudah banyak dikenal di
masyarakat yaitu antara lain:
a.
Nata de coco, yaitu nata yang diperoleh dari pemamfaatan limbah air kelapa
sebagai media
pertumbuhan bakteri.
pertumbuhan bakteri.
b.
Nata de pina yaitu nata yang diperoleh dengan memamfaatkan sari buah nanas
sebagai media
pertumbuhan bakteri.
pertumbuhan bakteri.
c.
Nata de Soya, yaitu nata yang diperoleh dari pemamfaatan limbah tahu yang cair
(“whey”)
sebagai media pertumbuhan bakteri.
sebagai media pertumbuhan bakteri.
Saat ini nata
yang paling banyak adalah nata yang berbahan baku air kelapa atau yang dikenal
dengan Nata de Coco, nata yang berbahan baku air tahu atau yang dikenal dengan
Nata de Soya, serta nata yang berbahan baku dari air singkong/ketela atau
sering disebut Nata de Casava. Padahal bahan pembuatan nata itu sendiri tidak
hanya terbatas dari air kelapa, air tahu maupun air singkong saja, namun air
cucian beras juga memenuhi syarat untuk tempat tumbuhnya bakteri Acetobacter
xylinum, karena di dalam air cucian beras terdapat kandungan gula,
karbohidrat, Vitamin B1 (tiamin) dan serat pangan (fiber). Prinsip utama suatu
bahan pangan dapat diolah menjadi nata adalah adanya kandungan karbohidrat yang
cukup memadahi. Dan akhirnya diperoleh temuan variasi nata baru yaitu Nata de
Lerry, yang berasal dari air cucian beras serta akan menjadi icon baru diantara
nata yang sudah ada di masyarakat (Anonim, 2010).
3.
Manfaat Budidaya Nata
Menurut
suharsini (1999) budidaya nata ditinjau dari segi teknologi, memberikan mamfaat
sebagai berikut:
a.
Mengolah limbah air kelapa secara produktif,
b.
Dapat dilakukan dengan cara yang sederhana, tanpa lat-alat mahal (canggih)
c.
Bersifat padat karya.
Sedangkan ditinjau dari hasil produksinya, akan
memberikan maNfaat sebagai berikut:
a. Meningkatkan
pendapatan keluarga,
b.
Menigkatkan diet rendah kalori dan diet penderita diabetes,
c. Jika
produksi secara besar-besaran, dapat merupakan salah satu komoditas ekspor non
migas
yang cukup potensial.
yang cukup potensial.
4. Air Kelapa
Sebagai Bahan Dasar
Produksi air
kelapa cukup berlimpah di Indonesia, yaitu mencapai lebih dari dua juta liter
per tahun. Namun, pemanfaatannya dalam industri pangan belum begitu menonjol,
sehingga masih banyak air kelapa yang terbuang percuma. Selain mubazir, buangan
air kelapa dapat menimbulkan polusi asam asetat yang terbentuk akibat
fermentasi air kelapa.
Air kelapa
mempunyai potensi yang baik untuk dibuat minuman fermentasi karena kandungan
zat gizinya yang kaya dan relatif lengkap, sehingga sesuai untuk pertumbuhan
mikroba. Komposisi gizi air kelapa tergantung pada umur kelapa dan varietasnya.
Air kelapa
mengandung sejumlah zat gizi, yaitu protein, lemak, gula, sejumlah vitamin,
asam amino, dan hormon pertumbuhan. Kandungan gula maksimal, yaitu 3 gram per
100 ml air kelapa, tercapai pada bulan keenam umur buah, kemudian menurun
dengan semakin tuanya kelapa. Jenis gula yang terkandung glukosa, fruktosa,
sukrosa, dan sorbitol.
Menurut
Hidayat, 2006, bahwa dalam perkembangan industri nata belakangan ini, bahan
pangan ini umumnya dibuat dari air kelapa. Nata dengan rasa buah dibuat dari
air kelapa, tetapi ditambahkan citarasa buah. Kita pun mudah mendapatkan produk
nata dengan rasa vanila, stroberi, pisang, jeruk, jambu biji, nanas, dan
lain-lain. Adanya beragam rasa ini mempunyai arti penting dalam upaya
memasyarakatkan produk ini di Indonesia.
Nata de coco
merupakan hasil fermentasi air kelapa dengan bantuan mikroba Acetobacter
xylinum. Gula pada air kelapa diubah menjadi asam asetat dan benang-benang
selulosa. Lama-kelamaan akan terbentuk suatu massa yang kokoh dan mencapai
ketebalan beberapa sentimeter. Dengan demikian, nata de coco dapat juga
dianggap sebagai selulosa bakteri yang berbentuk padat, berwarna putih,
transparan, berasa manis, bertekstur kenyal, dan umumnya dikonsumsi sebagai
makanan ringan.
Starter atau biakan mikroba merupakan suatu bahan yang
paling penting dalam pembentukan nata. Sebagai starter, digunakan biakan murni
dari Acetobacter xylinum. Bakteri ini secara alami dapat ditemukan pada
sari tanaman bergula yang telah mengalami fermentasi atau pada sayuran dan
buah-buahan bergula yang sudah membusuk. Bila mikroba ini ditumbuhkan pada
media yang mengandung gula, organisme ini dapat mengubah 19 persen gula menjadi
selulosa. Selulosa yang dikeluarkan ke dalam media itu berupa benang-benang
yang bersama-sama dengan polisakarida berlendir membentuk jalinan yang terus
menebal menjadi lapisan nata.
5. Mikroorganisme pembentuk nata
Novrischa
(2010) mengungkapkan bahwa nata terbentuk dari aktivitas bakteri Acetobacter
xylinum dalam sari buah yang mengandung glukosa yang kemudian diubah
menjadi asam asetat dan benang-benang selulosa. Lama-kelamaan akan terbentuk
suatu massa yang kokoh dan mencapai ketebalan beberapa sentimeter. Selulosa
yang dikeluarkan ke dalam media itu berupa benang-benang yang bersama-sama
dengan polisakarida berlendir membentuk jalinan yang terus menebal menjadi
lapisan nata.
Bakteri Acetobacter
xylinum akan dapat membentuk nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang
sudah diperkaya dengan Karbon (C) dan Nitrogen (N), melalui proses yang
terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim
ekstraseluler yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau
selulosa. Dari jutaan renik yang tumbuh pada air kelapa tersbeut, akan dihasilkan
jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna putih
hingga transparan.
III.
METODE PRAKTIKUM
A.
Alat
- Kompor - kertas koran
- Panci - Gelas ukur
- Nampan plastic - Timbangan analitik
- Baskom plastic - pH meter
- Tali karet - Jangka sorong
B.
Bahan
- Air kelapa
- Starter (Acetobacter
xylinum)
- Gula pasir
- Urea
- Asam asetat glasial
1. Air kelapa mentah di saring, dan dimasukkan ke dalam dandang/panci ukuran 5 liter/20 liter di
masak sampai mendidih 100 derajat celcius, setelah mendidih masukkan gula pasir, untuk
dandang/panci 5 liter gula 250 gr, za 0,5 gr, cuka biang 50 cc dan untuk dandang 20 liter x 4
dari dandang/panci 5 liter.
2. Air kelapa yang sudah mendidih yang dicampur dengan gula, za, cuka biang masukan ke
dalam baki plastik kira 1,2 liter dan harus dipastikan bahwa baki plastik dalam kondisi bersih
dan steril dari bakteri.
3. Baki plastik ditutup dengan menggunakan koran dan pastikan koran pun dalam kondisi steril
dari bakteri yang akan mengganggu pertumbuhan nata de coco/sari kelapa, koran harus
dijemur dipanas matahari.
4. Baki-baki ditutup rapat dan disusun di atas rak baki secara rapi dan ditiriskan sampai dingin
untuk diberi bibit nata de coco
5. Pembibitan dilakukan pada pagi hari sekitar jam 5.30-6.30, hasil pembibitan ditutup kembali
6. Baki hasil pembibitan tidak boleh terganggu apapun, tidak digoyang-goyang, bila ingin
melihat hasil nata de koko bisa dilihat pada hari ke 3.
7. Baki hasil pembibitan di biarkan selama satu minggu
8. Pada hari ke 7 silakan dibuka.
Panen nata de coco/sari kelapa dapat dinikmati pada hari ke 7.
Ciri nata de coco yang baik permukaan rata dan halus.
Apabila dari hasil tersebut di permukaannya ada yang berlubang, seperti sisa gunung berapi maka itu dimungkinkan karena baki atau koran yang tidak steril.
IV.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
A. Hasil
Kelompok
|
I
50 g gula, 10% starter
|
II
50 g gula, 15% starter
|
III
50 g gula, 20% starter
|
IV
100 g gula, 10% starter
|
V
100 g gula, 10% starter
|
VI
10o g gula, 10% starter
|
Ketebalan
(cm)
|
0,22
|
0,45
|
0,27
|
0,31
|
0,34
|
0,42
|
pH
|
6
|
5,6
|
5,5
|
5,6
|
5,6
|
5
|
Rendeman
Basah (%)
|
27,93
|
33,47
|
34,48
|
39,4
|
31,14
|
21
|
Warna
|
2
|
2
|
3
|
3
|
4
|
2
|
Aroma
|
1
|
2
|
3
|
5
|
4
|
1
|
Kekenyalan
|
4
|
3
|
1
|
3
|
4
|
4
|
Warna:
1. Putih transparan
2.
Putih susu
3.
Putih keabuan
4.
Putih kekuningan
5.
Putih kecoklatan
Kekenyalan:
1.
Tidak kenyal
2.
Sedikit kenyal
3.
Agak kenyal
4.
Kenyal
5.
Sangat kenyal
Aroma :
1.
Tidak asam
2.
Sedikit asam
3.
Agak asam
4.
Asam
5.
Sangat asam
B.
Pembahasan
Ketebalan
Praktikum yang dilaksanakan menunjukan bahwa ketebalan
dari setiap perlakuan yang ada sangatlah berbeda.. dari penambahan starter saja
sudah berbeda. Dilihat dari penambahan starter, makin banyak starter makin
tebal suatu nata, tetapi ada satu keganjilan pada penambahan starter 15% dengan
50 gram gula. Pada kondisi terebut ketebalan nata sangatlah tipis.dikarenakan
karena bakteri yang ada terlalu lama dan terlalu banyak dan kondisi gula yang
hanya 50 gram mengu
rangi
kondisi makan starter tersebut yang mengakibatkan bertambah kecil.
Pada penambahan gula, dilihat dari keseluruhan makin
banyak penambahan gula tersebut makin teballah nata de coco, karena nutrisi
yang tercukupi Gula merupakan sumber nutrisi bagi Acetobacter xylinum untuk pertumbuhannya. Acetobacter xylinum akan menguraikan gula yang kemudian membentuk
lapisan nata. Acetobacter akan
menghasilkan asam asetat yang dapat menurunkan pH lingkungannya yang dalam hal
ini adalah nata. Semakin banyak
penambahan gula dan konsentrasi starter dalam pembuatan nata, maka pH yang dihasilkan semakin kecil atau semakin asam. Menurut Sutarminingsih (2004.
Adanya
penambahan ammonium sulfat yang merupakan sumber nitrogen dapat menstimulasi aktivitas dari Acetobacter
xylinum menjadi lebih sempurna sehingga ketebalan lapisan meningkat, namun
penambahan sumber nitrogen yang terlalu banyak akan menurunkan kembali rendemen
nata (Rosario, 1978). Amonium Sulfat (ZA) merupakan unsur nitrogen yang
ditambahkan guna merangsang pertumbuhan dan aktivitas bakteri Acetobacter xylinum. Penggunaan
amonium sulfat (ZA) minimal 0,5 %, penambahan Za dapat meningkatkan kadar serat
namun tidak berpengaruh pada warna dan kekerasan dari nata yang dihasilkan.
pH
pH didapatkan dari penambahan asam cuka yang
ditambahkan dengan baik. Dari hasil pengamatan yang ada, pH dari nata de coco
tidak menunjukan perbedaan yang signifikan. Karena memang itu kondisi dimana
bakteri atau starter tumbuh dengan baik.
Riswanda (2009), asam asetat atau
asam cuka digunakan untuk menurunkan pH atau meningkatkan keasaman air kelapa.
Asam asetat yang baik adalah asam asetat glasial (99,8%). Asam asetat dengan
konsentrasi rendah dapat digunakan, namun untuk mencapai tingkat keasaman yang
diinginkan yaitu pH 4,5 – 5,5 dibutuhkan dalam jumlah banyak. Bukan hanya asam
asetat glasial, asam-asam lain seperti asam-asam organik dan anorganik lain
bisa digunakan.
Rendemen Basah (%)
Pengamatan yang
sudah dilakukan menunjukan bahwa rendemen yang didapatkan sangat berbeda-beda,
dari penambahan gula 50 gram dengan variasi starter menunjukan bahwa makin
tinggi starter ditambahkan makin banyak rendemen dari nata tersebut. Sebaliknya
pada penambahan 100 gram gula, maka makin sedikit starter yang ditambah,
semakin sedikit dari rendemen tersebut.
Gula dalam
pembuatan nata de coco berfungsi
sebagai sumber karbon atau energi. Peningkataan penambahan gula dapat
menurunkan kekerasan nata de coco,
gula pasir dapat ditambahkan sebesar 2%
- 7,5 % dari jumlah bahan baku yang digunakan. Jenis gula pasir yang digunakan
harus yang berwarna putih bersih dan kering karena penambahan gula pasir dapat
berpengaruh pada warna nata yang dihasilkan.
Menurut Riswanda (2009), sel-sel Acetobacter xylinum mengambil glukosa
dari larutan gula, kemudian digabungkan dengan asam lemak membentuk prekursor
pada membran sel, kemudian keluar bersama-sama enzim yang melakukan
polimerisasi pada glukosa menjadi selulosa diluar sel. Prekursor dari
polisakarida tersebut adalah GDP-glukosa. Pembentukan prekursor ini distimulir
oleh adanya katalisator seperti Ca2+, Mg+ .Prekursor
ini kemudian mengalami polimerisasi dan berikatan dengan aseptor membentuk
selulosa. Acetobacter xylinum akan
dapat membentuk nata jika ditumbuhkan
dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan karbon dan nitrogen, melalui
proses yang terkontrol. Pada kondisi demikian, bakteri tersebut akan
menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan
rantai serat atau selulosa. Rasio antara karbon dan nitrogen yang diatur secara
optimal dan prosesnya terkontrol dengan baik, maka semua cairan akan berubah
menjadi nata tanpa meninggalkan
residu sedikitpun.
Warna
Standar nata de coco yang telah diawetkan menurut NACIDA (National College Industry Development
Authorithy) adalah: berbentuk gelatin, warna putih, struktur kuat dan tidak
mudah hancur; penampakan mengkilap dan tidak mudah lengket; 100 % bebas asam
dan abu; ukuran pemotongan tidak harus seragam, permukaan lembut; dikemas tanpa
adanya benda asing (Suryani, 2000)
Warna yang di dapat dari perlakuan tersebut menunjukan
bahwa nata berwarna putih susu, tetapi ada tiga perlakuan yang menunjukan bahwa
warna nata tersebut tidak putih susu. Penyebab dari ini dapat terjadi karena
kontaminan yang berasal dari luar dan adanya pemanasan sinar matahari datu suhu
yang terlalu panas yang menyebabkan gula beserta media pertumbuhan terdapat
reaksi tersendiri.
Menurut Kurniadi (1990) dalam
Sutarminingsih (2004), kontaminan yang
biasanya timbul dan mengganggu pertumbuhan bakteri nata antara lain Misellium
kapang. Misellium kapang merupakan lapisan keriput pada permukaan nata atau
adanya perubahan warna cairan menjadi merah.
Ruangan tempat fermentasi harus selalu dibersihkan dan tidak terkena
sinar matahari secara langsung (Sutarminingsih, 2004).
Aroma
Parameter dari aroma yang diperlukan adalah adanya
aroma asam atau tidak. Nata de coco mempunyai aroma asam karena terdapat proses
fermentasi di dalamnya, dan pada saa proses produksi memang menggunakan asam
asetat sebagai pengatur pH itu sendiri.
Aroma dari enam perlakuan tersebut sangatlah berbeda.
Aroma yang tercium sangat sam dalah perlakuan penambahan gula 100 gram dan
satrter 5%. Ini bisa disebabkan karena proses fermentasi berlangsung sangatlah
cepat dan membuatnya sepert itu
Kekenyalan
Tingkat kekenyalan merupakan suatu kondisi
dima saat kita merasakan inderawi kita produk itu lembek, membal, dan tidak
hancur. Produk yang didapat rata-rata kenyal, tetapi ada satu perbedaan
diantara enam perlakuan tersebut. Pada penambahan 50 gram gula dan 15% starter,
nata yang di dapat, sama sekali tidak kenyal. Karena faktor gula yang lebih
sedikit dan starter yang banyak, jadi gula yang banyak dapat membantu proses
kekenyalan. Dan berarti gula yang sedikit dan dimakan oleh banyak starter
mengakibatkan perlakuan tersebut tidaklah kenyal.
Kandungan mineral yang terdapat dalam medium
pertumbuhan turut menentukan tingkat kekenyalan dan kekerasan nata. Berdasarkan
penelitian Mashudi (1993), perlakuan medium nata
dengan penambahan ammonium sulfat tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
kekenyalan dan kekerasan yang terbentuk. Hal ini diduga karena sifat ammonium
sulfat bukan merupakan sumber pokok bagi pertumbuhan bakteri nata melainkan hanya sebagai bahan
pelengkap, sedangkan sumber pokoknya adalah jenis dan kadar gula. Meningkatnya
kadar gula yang ada dalam medium, maka kekerasan dari nata akan semakin rendah dan kekenyalan meningkat. Hal ini diduga
karena kadar gula yang tinggi akan menyebabkan ikatan yang terbentuk antar
serat lebih longgar dan akibatnya sebagian besar gel yang terbentuk banyak
terisi oleh air dan hanya sedikit oleh padatan.
V.
PENUTUP
C. Kesimpulan
Nata adalah
produk fermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum pada substrat yang
mengandung gula. Bakteri tersebut menyukai kondisi asam dan memerlukan nitrogen
untuk stimulasi aktifitasnya. Pada praktikum yang dilaksanakan terbukti bahwa
nata dipengaruhi dari gula dan starter itu sendiri.
Dari parameter
yang ada ketebalan dari nata menunjukan makin banyak gula (makanan) dan starter
maka ketebalan akan bertambah banyak. pH dari nata dapat diartikan sama sekitar
5-6 karena adanya sam saetat yang ditambah, dan bakteri senang pada kondisi
tersebut. Warna nata normal adalah putih susu asalkan tidak adanya kontaminan
yang menyerang.
Kekenyalan
serta aroma tergantung dari gula dan starter yang ada. Makin aroma asam makin
banyak panelis yang tidak suka. Dari kekenyalan pun jangan sampai gula yang
terlalu sedikit, karena gula menentukan faktor ini.
D. Saran
Penyimpanan
nata dilakukan pada kondisi dimana benar-benar tertutup bebas dari kontaminan
maupun sinar matahari, dan jangan sampai nata tersebut yang tidak disimpan
dengan di ruang tertutup sudah dimakan hewan pengerat.
0 komentar:
Posting Komentar