Senin, 02 Maret 2015

Cerpen-Cerpen Menarik

Ayah, Anak serta Burung Gagak

        Di suatu sore hari pada suatu desa kecil, ada seorang yang sudah tua duduk bersama anak nya yang masih muda yang baru saja diwisuda akan kelulusannya pada perguruan tinggi ternama di kota itu. Mereka duduk berbincang-bincang di halaman sambil memperhatikan suasana di sekitar mereka.
        Saat mereka berbincang-bincang, datang seekor burung hinggap di ranting pohon. Si ayah lalu menuding jari ke arah burung itu sambil bertanya,
“Nak, apakah benda hitam itu?” “Burung gagak”, jawab si anak.
Ayah mengangguk-anggukkan kepala, namun tak berapa lama kemudian, ayah mengulangi pertanyaan yang sama. Si anak menyangka ayahnya kurang mendengar jawabannya tadi, lalu menjawab dengan sedikit keras.
“Itu burung gagak, Ayah!”
Tetapi kemudian tak berapa lama si ayah kembali bertanya dengan pertanyaan yang sama.
Si  anak  merasa sedikit  bingung  dengan  pertanyaan  yang  sama diulang-ulang, lalu menjawab dengan lebih kuat,

“BURUNG GAGAK!!” Si ayah terdiam seketika.

tidak  lama kemudian, sang  ayah sekali lagi mengajukan  pertanyaan  yang serupa hingga membuat si anak hilang kesabaran dan menjawab dengan nada tinggi dan kesal kepada sang ayah,

“Itu gagak, Ayah.” Tetapi agak mengejutkan si anak, karena si ayah sekali lagi membuka mulut hanya untuk bertanya hal yang sama. Dan kali ini si anak benar-benar hilang sabar dan menjadi marah.

“Ayah!!! Saya tak tahu Ayah paham atau tidak. Sudah 5 kali Ayah bertanya soal hal tersebut dan saya sudah juga memberikan jawabannya. Apa lagi yang Ayah mau saya katakan????

Itu burung gagak Ayah….., burung gagak”, kata si anak dengan nada yang begitu marah.
           Kemudian si ayah lalu bangun menuju ke dalam rumah meninggalkan si anak yang kebingungan.Kemudian si ayah keluar dengan sebuah buku di tangannya. Dia mengulurkan buku itu kepada anaknya yang masih geram dan bertanya-tanya. Ternyata buku tersebut adalah sebuah diary lama.

Sambil menunjuk pada suatu lembaran pada buku si ayah berkata, “Coba kau baca apa yang pernah Ayah tulis di dalam diary ini,”.

Si anak setuju dan membaca paragraf yang berikut.

“Hari ini aku di halaman melayani anakku yang genap berumur lima tahun. Tiba-tiba seekor gagak hinggap di pohon. Anakku terus menunjuk ke arah gagak dan bertanya,

“Ayah, apa itu?” Dan aku menjawab, “Burung gagak.”
Walau bagaimana pun, anakku terus bertanya soal yang serupa dan setiap kali aku menjawab dengan jawaban yang sama. Sehingga 25 kali anakku bertanya demikian, dan demi rasa cinta dan sayangku, aku terus menjawab untuk memenuhi perasaan ingin tahunya. Aku berharap hal ini menjadi suatu pendidikan yang berharga untuk anakku kelak.”

Setelah selesai membaca paragraf tersebut si anak mengangkat muka memandang wajah si Ayah yang kelihatan sayu. Si Ayah dengan perlahan bersuara,
        “Hari ini Ayah baru bertanya kepadamu soal yang sama sebanyak 5 kali, dan kau telah hilang kesabaran serta marah. Engkau telah dewasa anakku. Asahlah kesabaranmu. karena itu adalah salah satu kunci meraih suksesmu”

Lalu si anak seketika memerah karena malu. Ia bersimpuh di kedua kaki ayahnya meminta maaf atas apa yg telah ia perbuat.
       Dalam hidup, kesabaran adalah salah satu point penting untuk meraih kesuksesan. Anda ingin sukses dalam pendidikan, maka sabarlah dalam belajar. Cernalah pelajaran satu demi satu. Ingin sukses dalam berkarir, bersabarlah dalam menyumbangkan yang terbaik. Ingin sukses dalam kehidupan dunia agar berhadiahkan surga? maka bersabarlah dalam mentaati perintah Allah dan bersabar dalam beribadah kepadaNYa.


                                                                   Tamat



      Di sebuah desa terpencil hiduplah sebuah keluarga yang amat sederhana dalam kehidupannya. Keluarga tersebuat terdiri dari seorang ayah, ibu, dan tiga orang anak.Suatu hari ayahnya yang bernama Kartono sedang bekerja sebagai kuli bangunan, ia pun masih cukup muda yaitu berumur 30 tahun, sedangkan istrinya yang bernama Murti ini masih berumur 28 tahun. Mereka hidup berkeluarga karena di jodohkan oleh orangtua pada saat Murti berumur 18 tahun dan Kartono berumur 20 tahun. Selama sepuluh tahun mereka membina keluarga mereka dan mempunyai tiga orang anak. Anak mereka terdiri dari dua perempuan dan satu laki-laki, dua orang anaknya yang perempuan berumur 12 dan 13 tahun, sedangkan seorang anak laki-lakinya berumur 6 tahun.

      Mereka hidup dalam kebahagiaan, hingga suatu ketika ada seorang tetangga yang baru pindah dari kota menuju ke desa tersebut. Ia adalah Marni seorang janda yang cantik bertubuh seksi dan tinggal di sebelah rumah Kartono. Saat Marni sedang melihat-lihat rumahnya banyak warga sekitar melihat janda itu, tak kecuali bapak-bapak yang melihatnya tanpa mengedipkan matanya. Hari sudah sore Kartono pun pulang dari pekerjaannya, karena mendengar ada seorang warga bary Kartono dan keluarganya ikut datang ke rumah Marni yang seorang janda tersebut. Tanpa di duga istrinya, Kartono pun ikut terperangkap dalam kecantikan dan keseksian seorang janda tersebut, Kartono langsung memainkan matanya untuk menarik perhatian seorang Marni. Setelah selesai mengunjungi warga baru tersebut, keesokan harinya teman Kartono yaitu Yanto datang menemui Kartono ke tempat kerja Kartono dan berkata “ wah Kartono, kamu pasti ingin cepat pulang nih?” “emang kenapa?” tanya Kartono, “ iya kan sebelah rumahmu kan ada janda seksi, cantik, bohai lagi, dan satu lagi dia sangat montok, hahaha.” saat mendengae hal itu teman-teman Kartono yang asik bekerja juga ikut tertawa. Saat itulah perasaan Kartono menjadi memihak kepada teman-temannya.

Keesokan harinya, saat itu Kartono yang tidak bekerja hanya duduk santai di depan rumahnya, sambil memainkan burung peliharaannya, dan saat Kartono memainkan burung peliharaannya, Marni datang untuk mengantar makanan ke rumah Kartono. Saat itulah badannya gemetar karena melihat tubuh seksi Marni yang hanya memakai baju yang mini, dan celana yang mini. Dalam hati Kartono berkata “waduh gila bener ni cewek cantik, seksi, andai saja dulu aku di jodohkan oleh orang tuaku seperti ini aku tidak bakalan hidup seperti ini.” Pada saat itu suasana di rumahnya sedang sepi istrinya bekerja di pasar dan anak-anaknya sedang sekolah, saat itu pula pikirannya menjadi tidak benar, hantu yang menghampiri Kartono membujuknya untuk membelai dan mengajaknya ke kamar. Kemudian Kartono yang tidak bisa menahan hawa nafsunya membawa Marni untuk masuk ke rumahnya dan berkata “ ayo masuk ke sini, runggu istri saya, soalnya kata istri saya apabila neng datang ke sini istri saya mau mengatakan sesuatu kaepada neng.” kemudian Marni pun menuruti perkataan Kartono. Selang waktu yang begitu lama Kartono semakin tidak tahan dengan nafsunya yang begitu besar, akhirnya kejadian itu terjadi Kartono mulai memperkosa Marni di rumahnya. Tidak lama itu istri Kartono datang, dan melihat aksi bejadnya seorang suaminya yang di belanya selama sepuluh tahun hilang dalam sekejap, karena nafsu birahinya yang begitu besar. Istri Kartono menangis dan lari ke tempat keluarganya, karena mendengar hal itu warga marah terhadap perilaku Kartono yang tidak senonong itu, dan akhirnya Kartono tewas karena di pukuli oleh para warga yang menghakimi sendiri. Kemudian mantan istri Kartono menikah lagi oleh seorang saudagar kaya yang tinggal di desa tersebut , dan Marni di usir dari desa tersebut.




AKU DAN CERITA

        Mungkin sebuah cerita akan menjadi kenangan yang mahal harganya dan jika di biarkan akan mudah untuk di lupakan. begitu juga cerita yang akan ku ungkapkan berikut ini. Berawal dari putih abu-abu dan masa ospek di salah satu sekolah yang tidak seberapa terkenal. Entah dari mana dan siapa yang terlebih dahulu melihat tapi yang jelas aku tahu bahwa dia yang berkaca mata hitam itu dan terlihat aneh orangnya teman sekelasku, aku hanya berani menatapnya dari kejahuan dan tak berani menanyakan siapa, dari mana atau Cuma sekedar menyapa dirinya. Hari itu pun akhirnya berakhir, sampai suatu ketika pembagian kelas pun dibacakan dan di situlah aku berpisah dengan sesosok itu dan awal dari segalanya. Di saat yang bersamaan pula aku akhirnya mengetahui siapa namanya. Ku ingat dalam benakku namanya dan dengan penuh penasaran aku bertekad ingin menjadi temannya. Dia yang bertubuh tinggi, berkulit putih dan berlesung pipi. Seperti biasa aku hanya dapat memandangi dirinya dari kejahuaan, sampai bertanya pada diri sendiri dapatkah aku berkenalan bahkan menjadi temannya.
          Sampai pada suatu ketika di hari sabtu aku bersama teman-teman lainnya berangkat dengan kegembiraan menuju kolam renang yang berdekatan dengan salah satu perguruan tinggi di lampung. Dan tanpa di duga oleh siapa pun ketika aku pulang dari kolam renang aku bertemu dengan dia dan temannya. Dalam perjalan suasana sunyi menyapa kami, aku berusaha untuk dapat ngobrol dengan dia namun yang ku dapat hanya jawaban dingin dari bibir merahnya bahkan kebisuan. Dari sanalah aku makin penasaran dengan dia, ketika itu aku berfikir sepertinnya dia enak kalau di jadikan teman. Dengan modal nekad aku meminta nomor hpnya kepada temannya, lalu aku menghubunginya dengan menyembunyikan identitas sebenarnya hingga aku dapat berkenalan dengannya. Namun peristiwa ini tidak berlangsung lama, dengan suatu kesepakatan dia tidak akan marah dan tetap menjadi teman aku memberitahu identitasku sebenarnya. Tapi walaupun begitu dia tidak langsung mengetahui aku siapa, karena salah satu ke anehannya ia tidak hafal nama lengkap teman di sekelilingnya yang hanya ia tau adalah nama panggilannya. mungkin ini jadi pelajaran buat aku juga bahwa kita harus mengenal seseorang sedetail mungkin bukan hanya nama panggilan karena nama panggilan bisa berubah-ubah.
           Dari peristiwa itu berawallah pertemanan di antara aku dan dia. Pertemanan yang berawal dari keisengan, perasaan penasaran bahkan keistimewaan. Istimewa karena aku bertemu dan berteman dengannya di luar dugaan dan kejadian yang aneh. Pertemanan yang berusaha untuk saling membantu dan memotivasi satu sama lain untuk sukses meraih impian di kemudian hari. Pertemanan yang tulus untuk saling berbagi satu sama lain. Dia telah mewarnai kehidupanku dengan pandangan-pandangannya yang bijak dan maju kedepan. Dari dia aku belajar untuk mau menerima kritikan dan masukan, dari dia pula aku belajar untuk merencanakan sesuatu yang akan kita kerjakan jauh kedepan. Aku sebetulnya orang yang tidaklah mudah untuk merubah pola pikir, aku juga bukan orang yang mau terbuka dalam semua hal kepada seseorang meskipun aku suka mendengarkan seseorang bercerita kepadaku. Aku dan dia bisa di bilang bersahabat dari media yaitu hp, aku bercerita segalanya dengannya lewat hp dan lebih sering sms dari pada telpon. Kami menghabiskan waktu bercerita lewat tulisan dari bangun tidur sampai kami tertidur, persahabatan yang indah ketika sebelum suatu kejadian terjadi di anatara kami. Kejadian yang mungkin selalu di alami oleh pasangan sahabat. Masalah kecil yang dapat merusah segelanya begitu juga pertemanan yang telah terjalin di atara kami selama kurang lebih 1 tahun. Masalh itu adalah gosip yang mengatakan bahwa aku mencintai sahabatku.
          Setelah aku pikir-pikir semua itu tidak benar karena aku nyaman dia menjadi sahabat yang selalu ada kalau sahabatnya kesusahan tapi gosip itu timbul karena kecerobohan aku yang tidak sengaja menyimpan smsnya dan keisengan teman-teman lain kepadaku dengan menyimpulkan sesuatu yanaug tidak benar. Aku dan dia sama-sama tau siapa orang yang di sukai atau dicintai. Rasanya tidak adil saja bagiku. Aku kehilangan teman tempat bercerita, aku bahkan dijahui dan diperlakukan seolah-seolah aku yang mau gosip itu terjadi olehnya, dia bahkan bersikap dingin, cuek dan bersikap tidak mengenal diriku. Bahkan yang membuat aku sampai sekarang tidak akan lupa dia sampai-sampai memblokir pertemanan di FB. Jika pada saat itu aku diberikan kesempatan untuk menjelaskan, aku bukan mencintainya tapi aku hanya sebatas mengaguminya ada banyak hal yang aku kagumi dari dirinya dan itu timbul seiring dengan pertemanan yang terjadi. Peristiwa panjang dan melelahkan ini berlangsung 1 tahun lebih dan peristiwa ini mengandung banyak pelajaran yang ku dapat dan sakit hati yang entah kapan akan hilang akibat tingkah laku dan sifat dia berkacamata hitam. Namun aku sadar itulah pertemanan yang tidak selalu indah, tidak untuk disesali bahkan tidak akan terulang.
          Semua itu mencair ketika kami duduk di bangku kelas tiga semester 2, walaupun sulit untuk memaafkan tapi aku mencoba untuk iklas. Dan aku mencoba untuk sadar bahwa tali silaturami harus dijaga karena dialah aku berani bermimpi, dialah yang merubah pola pikirku sehingga aku dapat menjadi lebih baik. Akhirnya pertemanan itu kembali seperti semula di saat pengumuman kelulusan. Rasanya masa putih abu-abu sangat berwarna karena dia, masa ini akhirnya berakhir indah. Indah karena kami mendapat kelulusan 100 persen dan indah karena akhirnya aku mendapatkan kembali pertemanan yang sempat rusak bahkan berangsur-angsur membaik. Aku bersyukur karena aku di pertemukan dengan dia. dia yang banyak memberikan hal-hal positif dan peristiwa yang berwarna dan di luar dugaan ku.
Dimana pada putih abu-abu inilah aku mendapat banyak teman yang pengertian dan sayang kepadaku. Bersenang-senang bersama dari makan bakso cinta, shoping, karokean bahkan ngebolang bersama. Semua terasa indah dan bahagia. Di masa inilah aku menyadari bahwa persahabatan adalah anugerah ilahi. Aku mendapat begitu banyak hadiah ketika hari kelahiranku boneka dan diary berwarna merah bergambar hello kitty . bahkan banyak lagi peristiwa indah lainnya.Saat seragam putih abu-abu kini di tanggalkan kami sibuk mencari almamater baru sebagai tangga menggapai impian dan cita-cita. Namun komunikasi di antara aku dan yang lainnya tetap terjaga termasuk dengan dia. Dia yang dulu berbeda dengan yang sekarang, dulu dia pendiam, aneh dan tidak mengerti tenteng berpakaian sekarang semua itu berubah 100 persen. Aku senang dengan perubahannya yang positif. Walaupun kami di pisahkan jarak yang jauh namun kami selalu saling mendukung dan mendoakan satu sama lainnya. Aku mendoakan dia dimana pun ia semoga selalu bahagia dan dapat mengapai semua mimpinya termasuk duduk di perguruan tinggi impiannya. Aku menyadari bahwa setiap manusia mempunyai jalannya sendiri, jalan yang tidak selamanya lurus. Aku bangga melihatnya masuk di salah satu perguruan tinggi di kota tetengga. Namun yang aku kagumi dari dia adalah sifat patang menyerahnya sehingga ia mendapatkan hasil dari itu. dia salah satu orang yang keterima sekolah tinggi negara yang saingannya ribuaan. Bangga dapat mejadi saksi perjalanan hidupnya dan namun sayang aku tak dapat menghapuskan rasa kagum itu kepada nya. Berbagai cara aku lakukan untuk tidak kagum bahkan berusaha untuk membencinya namun hasilnya nol besar. Hanya kebingungan dan tanda tanya besar yang ku dapat, binggung kenapa dia bersiakap ini dan itu, kenapa dia tidak bisa memprilakukan aku seperti layaknya temannya kebanyakan, kenapa dia tidak memilih untuk memarahi dan menegurku atas semua prilaku ku yang berlebihan, atau lebih baik mungkin agar dia ngblokir pertemanan seperti dulu, kenapa ia selalu hadir di saat dia mulai terlupakan, kenapa aku mengagumi orang yang sedingin, cuek bahkan tidak bisa ditebak sepertinya, kenapa dia rela membiarkan aku menunggu tanpa melihat kegigihan dan jeri payahku, mungkin karena aku tak pantas bersamanya bahkan hanya untuk menjadi sahabatnya.
Seiring berjalanya waktu dan seiring semua pertanyaan itu, kini dia telah menggapai kesuksesannya dengan memakai toga dan almamater kebanggaannya. Dan itu memperjelas semua keadaan ini, aku dan dia bagaikan kutub magnet yang berlawanan dan tidak akan dapat menyatu. Aku akan teteap bertahan dengan semua keadaan ini, menyerahkan semuanya kepada sang pencipta. Aku tidak akan lagi berusaha untuk melupakannya karena semakin aku coba untuk melupakannya semakin kuat juga ia dipikiranku. Aku akan berusaha mencari apa yang sebenarnya hatiku rasakan dan ku mau. Aku akan belajar sabar dengan semua prilaku mu. Aku akan berusaha ikhlas menerima hasil akhir cerita ini walaupun besar kemungkinannya aku yang akan tersakiti setidaknya aku sudah berusaha. Yang pasti aku hanya ingin melihat orang-orang di sekitarku termasuk dia bahagia dengan atau tanpa aku.
Aku akan menunggu semua jawaban itu dengan seiringnya bergulir waktu. Waktu dimana aku tak tahu apakah kau akan tetap memegang teguh pendirian mu dan apakah kau akan mengingat ku atau bahkan tidak sama sekali. Waktu dimana aku akan membuktikan bahwa aku dapat membanggakan semua orang dengan berhasil menyusulmu memakai toga kebanggaan dan meraih kesuksesan. Dimana disitulah aku di ambil sumpah dan dikukuhkan sebagai tenaga kesehatan yaitu bidan dan bergelar amd keb. Detik itulah akhir dari batas waktuku menunggu kejelasan dari cerita ini.
                                                                                                                                          




HUJAN PUN MENGERTI

           Di bawah hujan aku terdiam, tak kurasakan butiran air yang menerpaku. Tak kurasakan dingin yang menyelimutiku, dan tak kudengar gemercik air yang jatuh.Datangnya hujan tak mengusik lamunanku. Sudah 2 jam aku terduduk di halaman belakang rumah, di bawah pohon rambutan. Aku kira, baru seminggu yang lalu aku bersama seseorang yang selalu ada untukku dan yang selalu menemaniku saat tak ada yang bersedia. Tapi sekarang semuanya sudah berubah. Dia sudah tak ada lagi di sisiku. Dan aku tak bisa melihatnya. Masih terngiang kata-katanya yang terakhir keluar dari mulutnya sepulang sekolah tempo lalu.
“Lupakan aku..” katanya.
“Kenapa Tih? Apa salahku?”
“Kamu nggak salah, justru aku yang salah. Salahku udah mencampuri kehidupanmu.”
“Tapi, kenapa hal itu jadi salah?” aku mencoba meminta penjelasan yang lebih bisa ku mengerti.
“Kita ini sahabat, dan kita hampir melampaui hubungan itu. Aku nggak mau jadi yang lebih buatmu. Aku udah cukup senang jadi sahabatmu. Dan aku juga nggak mau nyakitin perasaanmu. Selama ini aku ngerasa udah bikin kamu marah ke aku, itu pun karena sikapku. Aku nggak mau nyakitin perasaanmu lagi, kamu ngerti kan? Itulah yang menyebabkannya jadi salah.. maafin aku..”
Sakit hatiku mendengarnya. Tapi hal itu benar juga. Aku memang sering sakit hati olehnya. Dan hal itu nggak masalah buatku. Selama aku bisa komunikasi dengannya, aku nggak masalah berapa kali perasaanku terluka. Yang terpenting bagiku, dia ada buatku.
“Zal..” dia memanggil namaku. “Kamu nggak apa-apa?” sepertinya dia cemas melihatku yang terdiam.
“Udahlah, aku mau pulang. Terserahmu mau gimana. Kalau itu buat kamu senang, it’s okay.”
“Faizal!! Kamu nggak apa-apa kan?”
“Aku nggak apa-apa. Jaga dirimu.” jawabku datar.
“Yakin kamu nggak apa-apa?” pertanyaannya itu kujawab dengan lambaian tangan sambil berlalu. Terlalu pedih untukku menjawabnya.
        Aku sayang kamu, dan kamu sayang aku. Kita berdua akan jadi sahabat selamanya. Kata-kata itu terus terngiang di benakku. Tapi apakah ini yang namanya sahabat? Meninggalkan sahabatnya seorang diri? Atau mungkin aku yang salah? Atau mungkin aku yang terlalu menganggapnya lebih?. Sejak itu, perlahan komunikasiku dengannya terputus. Aku hanya bertemu di sekolah. Tapi dia selalu saja menghindar tiap kali bertemu denganku. Aku tak mengerti kenapa dia sampai seperti ini. Yang aku tahu, sekarang dia sudah pergi. Bukan lagi dia yang dulu. Bukan lagi dia yang selalu ada buatku.
“Hai Zal! Siang-siang malah ngelamun.. di perpus lagi..”
“Oh kamu Gas, ngagetin aku aja..” ternyata Bagas, teman Ratih yang menyapaku.
“Hah? Ngagetin kamu? Dari tadi aku juga di depanmu kok.. kamu aja yang ngelamun.”
“Apa iya? Haha, maaf aku tak merasakan kehadiranmu..”
“Emangnya aku setan!!?”
“Lah kamu setan bukan?”
“Bukan.”
“Ya udah, jangan ngerasa. Hahahahah…”
“Sialan kau!! Oh iya, gimana kabarmu sama Ratih?”
“Jangan bahas dia di depanku.”
“Loh kenapa? Dia istrimu kan? Hahaha..”
“Mungkin, dulu iya. Tapi sekarang udah nggak.”
“Kenapa? Ada masalah?”
“Tanya sendiri sama dia! Aku males bahas dia! PUAS!?”
“Slow loh bung… kamu kalau marah ya boleh aja, tapi tolong dikontrol.. ya udah kalau kamu lagi pengin sendirian. Aku balik kelas dulu ya! Udah ada bu Malika.”
“Oh iya. Siap-siap adrenalinmu dipacu ya.. hahaha.” tapi Bagas sudah pergi, dan entah kenapa aku belum mau masuk ke kelas. Aku hanya terpaku di perpustakaan. Tempat favorit keduaku setelah kantin. Berdiam di pojokan sambil memegang novel Agatha Christie. Hanya memegang. Pikiranku entah kemana. Bahkan aku tak bisa memegang pikiranku sendiri.
Itu ingatanku yang dulu, sekarang sudah jauh berbeda. Saat dia berkata begitu, hujan turun seolah menggambarkan perasaanku saat itu. Dan kini, saat kucoba tuk mengingatnya lagi, hujan kembali turun. Aku tak merasakan dinginnya, tak menggigil karenanya, tapi terasa hangat menyentuh kulitku.Sejenak aku tersenyum membayangkan, apakah hujan mengerti perasaanku? Seandainya ia punya kemampuan untuk bicara, mungkinkah ia akan menghiburku? Bagaimana suaranya? Ataukah sekarang ia sedang berusaha menghiburku dengan memberiku kehangatan hujan?
Semakin lama aku coba untuk melupakannya, membuangnya dari ingatanku, semakin aku tak bisa. Aku tak tahu apa yang aku pikirkan. Dan aku tak bisa mengosongkan pikiranku. Ratih, Ratih, Ratih dan Ratih. Hanya nama itu yang terlintas dan berhenti di kepalaku.Mungkinkah aku merindukannya? Tapi sepertinya dia tak merindukanku. Terbukti dari seminggu yang lalu, handphone ku sama sekali tak bertuliskan namanya. Biasanya, dia selalu menghubungiku. Entah itu menanyakan kabar, menanyakan aktifitasku, atau hanya sekedar membuang bonusan. Tapi sekarang ku matikan. Dan aku tak berniat menyentuhnya.
Apa yang aku lakukan? Harusnya aku nggak kayak gini. Nggak masalah kalau dia jauhi aku. Tapi se-nggaknya, aku nggak njauhi dia! Aku nggak mau balas dendam cuma karena masalah kayak gini! Aku harus hubungi dia. Sekarang!! Aku bangkit dari dudukku. Hujan sudah agak reda. Cepat-cepat aku meraih handphone-ku yang 3 hari ini tergeletak sendirian di laci lemariku. Aku nyalakan dan tak kusangka, ada puluhan sms dari Ratih yang masuk sekitar 1 jam yang lalu. Semua isinya menanyakan kabarku, dan permintaan maafnya.
Tanpa membuang waktu lagi, aku telpon dia.
5 menit berlalu dan tidak ada jawaban darinya. Atau mungkin dia marah? Pikirku. Akhirnya setelah 30 menit menunggu, terdengar jawaban juga..
Halo? Ratihnya ada?
Ya saya sendiri. Siapa ya?
Temenmu..
Ya siapa?
Faizal. Hehehe, gimana kabar Tih?

Mulai dari situ, aku mencoba untuk memperbaiki hubunganku dengannya. Aku minta maaf padanya, dia juga minta maaf padaku. Sangat lama kami berbicara. Menceritakan hal-hal yang lucu, tertawa bersama, dan mengenang masa lalu. Dalam hati aku berpikir…Aku nggak mau hubungan kita lebih dari ini. Sebatas ini saja sudah cukup bagiku. Meskipun kita nggak pacaran, tapi kita ini sahabat. Dan kata “sahabat” berlaku selamanya. Mungkin kalau dulu kita pacaran, kita nggak bisa kelihatan kaya berteman. Tapi kalau kita berteman, mungkin kita bisa keliatan kaya pacaran. Saat itu aku melihat keluar. Hujan sudah berhenti. Matahari bersinar dengan terang. Di langit terlihat pelangi. Agaknya, hujan mengerti perasaanku.

0 komentar:

Posting Komentar